Kamis, 04 November 2010

Sekilas Tentang LAPANGAN MINYAK KAWENGAN PERTAMINA - CEPU



Letak Geografis, Keadaan Morfologi dan Struktur Geologi.

      Lapangan minyak Kawengan terletak kurang lebih 22 km di sebelah timur laut kota Cepu, membentang dari arah barat laut ke tenggara kurang lebih sepanjang 15 km, dengan lebar bagian barat 1 km, dan lebar bagian timur 1,5 km. Lapangan minyak Kawengan terletak dalam tiga kecamatan, masing-masing adalah:

  1. Kecamatan Kasiman, di bagian barat
  2. Kecamatan Senori, di bagian tengah
  3. Kecamatan Malo, di bagian timur

Kecamatan Kasiman dan Kecamatan Malo termasuk daerah Kabupaten Bojonegoro, sedangkan Kecamatan Senori termasuk daerah Kabupaten Tuban, jadi lapangan minyak Kawengan termasuk dalam daerah propinsi Jawa Timur.

      Secara regional lapangan minyak Kawengan termasuk dalam Antiklinorium Rembang, yang terdiri dari antiklinal-antiklinal yang membentang dari barat ke timur. Perbukitan Rembang ini dipisahkan dari pegunungan Kendeng oleh suatu jalur sinklinal yang disebut sebagai zona Randublatung, dimana keseluruhan bukit tersebut termasuk cekungan besar Rembang. Puncak tertinggi antiklinorium Rembang kira-kira 500 meter diatas permukaan air laut, sedangkan ketinggian lapangan minyak Kawengan bervariasi antara 140 sampai 200 meter.

      Permukaan tanahnya terdiri dari tanah kapur margel, sehingga system pengeringan yang berjalan di permukaan cukup cepat, tetapi erosinya berjalan lambat, karena adanya hutan jati yang menutupi hampir di seluruh lapangan minyak Kawengan. Struktur lapangan minyak Kawengan mempunyai bentuk struktur antiklin asimetris, yang terdiri dari empat buah puncak, dimulai dari desa Wonocolo di sebelah barat menjurus kea rah tenggara dan berakir di daerah Kanten dengan puncak antiklin semakin rendah. Panjang antiklinal lapangan minyak Kawengan sekitar 24 km dan panjang daerah yang diproduksikan sekitar 13,2 km.

      Struktur antiklinal tersebut banyak mengalami patahan-patahan, yaitu terdiri dari enam sampai Sembilan induk patahan yang membagi daerah produktif menjadi beberapa blok, antra lain: Blok I, II, IIIa, IIIb, IIIc, IV, Va, Vb, dan VI. Diantara keempat puncak antiklinal tersebut yaitu dari arah barat-timur masing-masing adalah: Wonocolo/Dandangilo, Kawengan, Wonosari, dan Kidangan, dimana puncak Kawengan adalah merupakan struktur yang paling produktif, maka selanjutnya digunakan sebagai nama Lapangan.


Sejarah Produksi Lapangan Minyak Kawengan.

      Dimulai pada tahun 1896 telah dilakukan survey geologi oleh BPM di daerah Kawengan, dan sumur pertama di bor pada tahun 1925 di daerah Kidangan, di beri nama Kd-1 pada top perforasi 348 meter sumur ini menghasilkan minyak sebesar 16 m3/hari. Selanjutnya pada bulan Maret 1926 selesai di bor di daerah Kawengan, yaitu sumur Kw-1 dengan top perforasi 531 meter menghasilkan gas.

      Pada akhir tahun 1936 telah selesai di bor sebanyak 21 sumur, dan dari tahun ke tahun jumlah sumur semakin betambah banyak. Lokasi pemboran bergerak ke arah timur di seluruh lapangan minyak Kawengan. Sampai akhir Desember 1942 tercatat sebanyak 83 sumur yang dibor, 29 sumur diantaranya terletak di blok I dan II. Kegiatan pemboran sumur produksi sementara dihentikan dan dilanjutkan dengan pemboran ekplorasi, dengan nomor sumur: Kw-84, Kw-85, Kw-86, Kw-87, Kw-88, Kw-89, Kw-90 dan terakhir Kw-91 yang selesai di bor pada tanggal 16 Agustus 1944 dengan total kedalaman 779 meter. Pada tahun 1944 sampai 1950 tidak ada pemboran
sumur baru dan kegiatan perawatan sumur sangat berkurang.

      Produksi maksimum yang dicapai adalah pada tahun 1938, dengan total produksi minyak sebesar 844.000 m3. Pada tahun 1948 terlihat adanya penurunan produksi, yaitu menjadi 127.000 m3, hal ini disebabkan sebagai akibat Perang Dunia II dan adanya pendudukan tentara Jepang. Dan baru pada pertengahan tahun 1950 pemboran sumur ekplorasi di aktifkan lagi.

      Pada tanggal 15 Juli 1957 selesai di bor sumur Kw -129 dengan total kedalaman 733 m , dan tahun tahun berikutnya tidak ada lagi kegiatan pemboran. Jadi jumlah sumur di lapangan minyak Kawengan pada waktu itu  sebanyak 137 sumur, yang terdiri dari delapan sumur di daerah Kidangan dan 129 sumur di daerah Kawengan. Pada tahun 1957 jumlah sumur yang berproduksi; 85 sumur dengan total produksi sebesar 393.000 m3 dan mulai tahun 1960 sumur-sumur produksi di lapangan minyak Kawengan dari hari ke hari semakin berkurang, karena beberapa sumur berproduksi dengan water cut yang tinggi, peralatan produksi, pumping unit, dan prime mover mulai rusak dan perawatan sumur mulai berkurang.

      Lapangan minyak Kawengan mulai tahun 1988 dikelola oleh Pertamina, dan sejak saat itu kegiatan pemboran mulai bergairah kembali, dan bahkan pada awal tahun 2000 sudah dilakukan pemboran horizontal dalam rangka meningkatkan produksi minyak. Pada umumnya sumur-sumur di lapangan Kawengan di produksikan dengan menggunakan pompa Sucker Rod (Pompa Angguk) tetapi pada saat ini beberapa sumur di produksikan dengan Electric Submersible Pump (ESP), dan Progresive Cavity Pump (PCP).
     Selain digunakan system pengangkatan minyak yang modern, di lapangan Kawengan, tepatnya di Desa Wonocolo masih dijumpai adanya sistem pengangkatan minyak yang sangat sederhana, yaitu dengan cara penimbaan, baik dengan tenaga manusia (ditarik beramai-ramai, sekitar 6 – 8 orang) maupun secara mekanis (ditarik dengan tali yang dililitkan pada roda truck bekas yang digerakkan oleh tenaga mesin).


Referensi:
·          Buku Petunjuk Kuliah Lapangan Geologi Cepu Jurusan Teknik Perminyakan, UPN “Veteran” Yogyakarta.
·          Pusat Pengembangan Tenaga Perminyakan Dan Gas Bumi, PPT MIGAS

2 komentar: